Albert T. M. Sinaga

Pendusta harta adalah durjana berpayudara dan berpayung durhaka, yang melacur setia terhadap candu idola. Kengerian belati terhadap silet, cipta nelangsa semata gengsi luar negeri, sungguh ngeri pun teramalkan. Nyata hanya terjungkal dipojokan waktu, bukan kali kedua mencoba madu dan neraka, demi gulanda yang gundah menunggu janda melanda, berharap asa tak tertunda. Tapi tunggu dulu, bunkankah itu si karib, sang waspada yang berbahu sandar, biasa menenggak curah bersama, tapi sudahlah sepertinya salah mata, ternyata itu hanya jelma lampau, tempat peniti berpaling kemudian saling. Pedasnya batas yang menyindir, apa kabarmu tuan kota? mahkotamu kuyub diserang hujan, di mana payung beradik selimut itu?